| 0 komentar ]

Kasus ketua KPK non aktif Antsari Azhar yang menjadi tersangka otak pembunuhan Nasrudin Zulkarnaen, direktur PT. Putra Rajawali Banjaran di Tangerang, Banten maret lalu seolah kembali membuat mata publik kembali terpengangah. Bagaimana tidak, seorang yang dianggap terhormat menjadi pucuk utama pemberantasan korupsi di negeri ini terlibat kasus sadis dan mengerikan yaitu menghabisi nyawa karena dipicu cinta segi tiga. Yang lebih memalukan lagi adalah rebutan seorang cewek caddy golf. Tentu hal ini selain memalukan lembaga KPK tentu juga menjadi tamparan telak bagi pemerintahan SBY yang dalam beberapa bulan akan selesai.

Sebelum menduduki posisi tertinggi di KPK, banyak pihak pesimis dengan kinerja Antasari Azhar. Banyak pihak melaporkan bahwa gerak gerik mantan jaksi ini dicap sebagai jaksa yang tidak bersih. Akan tetapi di awal menduduki jabatannya, kecurigaan banyak pihak tersebut dapat dijawab dengan prestasi yang cukup membanggakan. Antasari Azhar terbukti berani mengungkap beberapa kasus korupsi di jajaran tinggi pemerintahan dan DPR. Kasus besar yang pernah ditangani KPK semenjak kepemimpinan Antasari Azhar misalnya Al Amin Nasution, Besan presiden Susilo Bambang Yodhoyono Aulia Pohan hingga drama penangkapan jaksa Urip Tri Gunawan semakin membuat citra KPK semakin baik, karena berani memberantas korupsi tanpa pandang bulu. Akan tetapi sederet prestasi yang cukup gemilang itu seolah sia - sia belaka karena ulah Antasari Azhar sendiri.

Dengan adanya kasus ini, publik kembali menanyakan buruknya sistem seleksi pejabat tinggi sehingga hasilnya tidak bisa maksimal. Kita masih ingat benar kasus korupsi besar seperti korupsi oleh ketua KPU Nazaruddin Sjamsudin, anggota KPU Mulyana W Kusumah, Anggota komisi Yudisial Irwady Joenoes. Memang, Antasari Azhar terlibat kasus yang bukan jalur yang ia tangani, akan tetapi kasus yang dituduhkan sebagai otak pembunuhan tidak bisa dianggap kasus remeh, bahkan lebih mengerikan dan kejam daripada kasus korupsi. Dengan adanya kasus pejabat tinggi yang bermasalah, sudah saatnya sistem seleksi pejabat tinggi lebih diperketat. Tim seleksi itu seharusnya bisa tahu riwayat seseorang yang mengikuti seleksi. Selain itu, tim itu juga harus banyak menerima saran dan masukan dari berbagai pihak. Selama ini, seleksi pejabat tinggi terkesan tertutup dan lebih karena kepentingan golongan terntentu saja, sehingga sangat sulit masyarakat untuk memeberi masukan. Selain masalah kecakapan dan kepintaran sudah saatnya calon pejabat tinggi diuji itu memiliki moral dan akhlak mulia.

0 komentar

Posting Komentar